Sesuai dengan namanya yang berarti "bumi yang makmur", Desa Bumirejo di Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo, telah membuktikan dirinya sebagai sebuah kawasan agraris yang sejahtera dan inovatif. Namun, kemakmuran desa ini tidak hanya bersumber dari kesuburan tanahnya, melainkan juga dari kelihaian masyarakatnya dalam mengelola sumber daya air. Bumirejo telah menjelma menjadi denyut nadi perikanan darat (akuakultur) di kawasan sekitarnya, memadukan budidaya ikan air tawar secara profesional dengan praktik pertanian hortikultura yang produktif. Sinergi antara tanah dan air ini tidak hanya menciptakan model ekonomi yang tangguh, tetapi juga menjadikan Bumirejo sebagai potret desa mandiri yang kreatif dan berkelanjutan.
Tinjauan Geografis dan Potret Demografi
Desa Bumirejo terletak di dataran yang relatif lebih rendah dibandingkan desa-desa lain di lereng atas Gunung Sindoro, namun tetap memiliki kontur tanah yang subur dan akses terhadap sumber air yang melimpah. Keberadaan mata air dan aliran sungai kecil yang melintasi desa menjadi faktor kunci yang memungkinkan berkembangnya sektor perikanan darat secara masif. Iklimnya yang sejuk sangat mendukung kegiatan pertanian dan perikanan sepanjang tahun.
Berdasarkan data administrasi terbaru, luas wilayah Desa Bumirejo yaitu 2,64 kilometer persegi. Secara kewilayahan, desa ini berbatasan dengan beberapa desa tetangga. Di sebelah utara, berbatasan dengan Desa Sojopuro. Di sebelah timur, berbatasan dengan Desa Sukorejo. Sementara itu, di sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Mlipak, dan di sebelah barat berbatasan dengan Desa Tlogodalem. Lokasinya yang tidak jauh dari pusat kota Wonosobo memberikan kemudahan akses dalam hal pemasaran produk, baik hasil perikanan maupun pertanian.
Data kependudukan yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) per September 2025 mencatat jumlah penduduk Desa Bumirejo sebanyak 6.150 jiwa. Dengan luas wilayah tersebut, tingkat kepadatan penduduknya mencapai sekitar 2.329 jiwa per kilometer persegi. Kepadatan ini menunjukkan karakter desa yang sangat dinamis, dengan sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai petani, pembudidaya ikan (petambak), serta pelaku UMKM yang mengolah hasil dari kedua sektor tersebut.
Akuakultur: Tulang Punggung Ekonomi Desa
Jika desa-desa tetangga mengandalkan komoditas perkebunan atau hortikultura murni, Desa Bumirejo mengambil jalur yang berbeda dengan menjadikan akuakultur sebagai tulang punggung ekonominya. Ratusan kolam ikan, mulai dari yang berukuran kecil di pekarangan rumah hingga kolam terpal dan beton yang lebih besar, menjadi pemandangan yang mendominasi lanskap desa.
Komoditas utama yang dibudidayakan ialah ikan lele dan nila. Kedua jenis ikan ini dipilih karena memiliki tingkat pertumbuhan yang cepat, daya tahan yang tinggi, serta permintaan pasar yang stabil dan terus meningkat. Para pembudidaya ikan di Bumirejo, yang banyak di antaranya tergabung dalam Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan), telah menerapkan teknik budidaya yang intensif dan modern. Mereka aktif berbagi pengetahuan mengenai manajemen pakan yang efisien, teknik pembenihan, hingga strategi pencegahan penyakit.
Sektor perikanan ini terbukti menjadi mesin ekonomi yang sangat efektif. Siklus panen yang relatif singkat, sekitar 2-3 bulan untuk ikan lele, memberikan perputaran modal yang cepat bagi para pembudidaya. Keberhasilan ini tidak hanya meningkatkan pendapatan per kapita warga, tetapi juga membuka lapangan kerja baru, mulai dari penyedia benih, penjual pakan, hingga tenaga panen dan distribusi.
Sinergi Pertanian dan Perikanan Terpadu
Kejeniusan masyarakat Bumirejo terletak pada kemampuan mereka menciptakan sebuah sistem pertanian terpadu yang efisien. Mereka tidak melihat pertanian dan perikanan sebagai dua sektor yang terpisah, melainkan sebagai satu kesatuan ekosistem yang saling menguntungkan. Praktik ini menjadi manifestasi nyata dari filosofi "Bumi yang Rejo".
Lahan-lahan pertanian di desa ini, yang umumnya ditanami sayuran seperti kangkung, bayam, cabai, dan terong, mendapatkan manfaat langsung dari keberadaan kolam-kolam ikan. Air dari kolam ikan, yang secara alami kaya akan unsur hara dan amonia dari sisa pakan dan kotoran ikan, secara rutin dialirkan untuk mengairi lahan pertanian. Sistem ini secara signifikan mengurangi kebutuhan akan pupuk kimia, menghasilkan sayuran yang lebih sehat dan organik, serta menekan biaya produksi bagi petani.
Sebaliknya, beberapa hasil pertanian seperti daun-daunan tertentu dapat diolah menjadi pakan alternatif untuk ikan, menciptakan sebuah siklus produksi yang nyaris tanpa limbah (zero waste). Model integrasi ini menjadikan praktik agribisnis di Bumirejo tidak hanya produktif, tetapi juga ramah lingkungan dan berkelanjutan, sebuah kearifan lokal yang patut dicontoh.
Geliat UMKM dan Hilirisasi Produk Perikanan
Masyarakat Desa Bumirejo tidak puas hanya dengan menjual hasil panen dalam bentuk mentah. Semangat kewirausahaan telah mendorong lahirnya berbagai Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang fokus pada pengolahan hasil perikanan. Geliat hilirisasi ini menjadi bukti kemajuan ekonomi desa, di mana warga mampu menciptakan nilai tambah dari komoditas utama mereka.
Berbagai produk olahan ikan yang inovatif telah lahir dari dapur-dapur produksi di Bumirejo. Beberapa di antaranya yang populer ialah lele asap, abon lele, kerupuk kulit ikan, dan nuget ikan. Produk-produk ini tidak hanya memiliki daya simpan yang lebih lama, tetapi juga harga jual yang jauh lebih tinggi dibandingkan ikan segar. Peran kaum perempuan dan ibu-ibu rumah tangga dalam industri pengolahan ini sangat dominan, menjadikan mereka sebagai pilar penting dalam pemberdayaan ekonomi keluarga. Produk-produk UMKM dari Bumirejo kini telah dipasarkan tidak hanya di tingkat lokal Wonosobo, tetapi juga mulai merambah pasar di kota-kota lain melalui platform digital dan jaringan reseller.
Prospek Pengembangan: Wisata Edukasi dan Kuliner
Dengan fondasi ekonomi yang kuat di sektor akuakultur dan pertanian terpadu, Desa Bumirejo memiliki potensi besar untuk dikembangkan menjadi destinasi wisata minat khusus. Konsep yang paling relevan untuk diusung ialah wisata edukasi dan kuliner yang berbasis pada potensi perikanan.
Desa ini dapat dirancang menjadi "Kampung Lele" atau "Pusat Akuakultur Wonosobo", di mana pengunjung dapat belajar secara langsung seluruh siklus budidaya ikan, mulai dari pembenihan, pembesaran, hingga proses panen. Atraksi utama lainnya ialah wisata pemancingan keluarga, di mana pengunjung dapat memancing ikan langsung dari kolam dan kemudian hasil tangkapannya bisa langsung dimasak dan dinikmati di saung-saung kuliner yang tersedia.
Pengembangan pusat kuliner yang menyajikan aneka hidangan berbahan dasar ikan air tawar segar akan menjadi daya tarik yang sangat kuat. Wisatawan dapat menikmati sensasi menyantap ikan bakar, pepes ikan, atau lele asap langsung di lokasi budidayanya. Untuk mewujudkan visi ini, diperlukan kolaborasi antara pemerintah desa, kelompok pembudidaya ikan, dan para pelaku UMKM untuk menata kawasan, meningkatkan standar higienitas, dan melakukan promosi secara gencar.
Bumirejo, Mengukir Kemakmuran dari Tanah dan Air
Desa Bumirejo adalah teladan cemerlang tentang bagaimana sebuah komunitas dapat memaksimalkan potensi alamnya melalui inovasi dan kerja keras. Dengan menjadikan perikanan darat sebagai motor penggerak ekonomi dan mensinergikannya secara harmonis dengan pertanian, masyarakat Bumirejo telah berhasil mengukir kemakmuran, sesuai dengan harapan yang tersemat pada nama desa mereka. Ke depan, dengan terus mendorong hilirisasi produk dan merintis jalan sebagai desa wisata edukasi, Bumirejo tidak hanya akan memperkokoh posisinya sebagai lumbung pangan dan perikanan, tetapi juga sebagai destinasi inspiratif yang menunjukkan bagaimana kemakmuran sejati dapat lahir dari keselarasan antara pengelolaan tanah dan air.